Kamis, 09 April 2015

Kurikulum dari masa ke masa



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam sejarah perjalanan pendidikan di Indonesia, kurikulum sudah menjadi stigma negative dalam masyarakat karena seringnya berubah tetapi kualitasnya masih tetap diragukan. Kurikulum merupakan sarana untuk mencapai program pendidikan yang dikehendaki. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berbagai kurikulum pernah digunakan di Indonesia demi terwujudnya tujuan pendidikan dan kemajuan dunia pendidikan Indonesia. Mulai dari masa awal kemerdekaan, masa orde baru hingga masa reformasi. Pergantian kurikulum pun kerap menjadi perbincangan banyak pihak hingga muncul asumsi masyarakat bahwa “Setiap ganti Mentri Pendidikan maka kurikulum pun ikut berganti.” Dilihat dari permasalahan itu maka kami, penulis tertarik untuk membahas Perkembangan Kurikulum dari Masa ke Masa.
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum (kurikulum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

1.2  Rumusan Masalah
·         Bagaimana kurikulum pada masa awal kemerdekaan atau masa orde lama (1947, 1952, dan 1964)?
·         Bagaiman kurikulum pasa masa orde baru (1968, 1975,1984 dan 1994)?
·         Bagaiman kurikulum pada masa reformasi (2004, 2007 dan 2013)?

1.3  Tujuan
Untuk mengatahui bagaimana perkembangana kurikulum di Indonesia dari masa ke masa (Masa awal kemerdekaan, masa orde baru, dan msa reformasi).






















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Kurikulum pada Masa Awal Kemerdekaan/ Masa Orde Lama
A.    Kurikulum 1947
Pada awalnya Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan  yang pertama Ki Hajar Dewantoro mengeluarkan intruksi umum yang memerintahkan kepada semua kepala sekolah dan guru-guru :[1]
1.      Pengibaran Sang Saka Merah Putih tiap hari di halaman sekolah.
2.      Melagukan lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
3.      Menurunkan Bendera Jepang.
4.      Menghapuskan Bahasa Jepang dan segala upacara yang berasal dari bahtera Jepang.
5.      Memberikan semangat kebangsaan kepada murid.
Kemudian Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan  Mr. Suwardi, [2]membentuk penyelidik pengajaran yang antara lain melahirkan  Rencana Pelajaran (1947) dalam bahasa belanda leer plan. merupakan kurikulum pertama di Indonesia.
Rencana Pelajaran yang disusun harus memerhatikan sebagai berikut :
1.      Menekankan pendidikan pikiran.
2.      Menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari
3.      Memberikan perhatian kepada kesenian.
4.      Meningkatkan pendidikan watak.
5.      Meningkatkan pendidikan jasmani.
6.      Meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Istilah kurikulum belum digunakan, istilah yang digunakan adalah Rencana Pelajaran. Unsur pokok kurikulum adalah  :
-          Daftar jam pelajaran atau struktur program.
-          Garis-garis  besar program pengajaran.
Kurikulum tersebut termasuk kurikulum dengan mata pelajaran terpisah-pisah (separated curiculum)  karena masih tradisonal.

B.     Kurikulum 1950
Kurikulum ini lahir tuntutan kelahiran UU Nomor 04 Tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan pengajaran di sekolah dan pada tanggal 17 Agustus 1950 NKRI Diresmikan sehingga pendidikan harus seragam.Kurikulum ini masih relatif sama dengan Rencana Pelajaran 1947.[3]
Pada masa ini pendidikan di Indonesia mulai mengalami perbaikan serta penyempurnaan. Yang menjadi tujuan penddikan dan pengajaran Republik Indonesia. Seperti yang tercantum di dalam UU Nomor 04 Tahun 1950 yang kemudia diubah dengan UU Nomor 12 tahun 1954 pasal 3 Bab II yang berbunyi:[4] “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta tanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”.
Disamping pasal tersebut tidak kurang pula pentingnya Bab III Pasal 4, tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran, lengkapnya pasal ini berbunyi demikian: “Pendidikan dan Pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara RI dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia”.
Dari kedua pasal ini jelaslah kiranya bagi kemana anak kita harus kita bawa kedua pasal ini khususnya memberikan arah dalam menentukan kegiatan yang harus kia lakukan di sekolah dan demikian pula menentukan bahan pelajaran yang hendaknya dikuasai anak sesuai dengan tingkat sekolah  dan kelas masing-masing.
Kurikulum 1950 digolongkan kedalam jenis kurikulum yang masih tradional ( sparate subyect curriculum) karena tiap pelajaran diajarkan terpisah-pisah dan tiap mata pelajaran diuraikan sampai kepada hal-hal apa yang harus diajarkan pada taiap-tiap bulan di tiap kelas. Dengan demkian sifatnya agak kaku, kurang memberikan kesempatan kepada guru untuk bersikap lebih kreaktif di dalam mengorganisir bahan pelajaran yang akan disajikan kepada murid.
Pada tahun 1958, muncul kurikulum yang diberi nama Kurikulum 1958 untuk menyempurnakan Rencana Pelajaram 1950 dan digunakan sampai dengan tahun 1964.

C.    Kurikulum 1964
Kurikulum ini penyempurna dari Rencana Pelajaran 1958 dan digunakan sampai tahun 1968. Terdapat pembagian kelompok cipta, rasa, karsa dan krida.
Adapun sistem Rencana Pelajaran yang terkenal dengan sistem Pancawardana atau sistem 5 aspek perkembangan. Aspek-aspek perkembangan itu ialah:[5]
a.       Perkembangan moral meliputi pelajaran: Pendidikan Kemasyarakatan dan Pendidikan Agama/Budi pekerti.
b.      Perkembangan Intelegensi meliputi pelajaran: Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, dan Pengetahuan Alamiah
c.       Perkembangan Emosional/Arstistik meliputi pelajaran: Seni Suara/Musik, Seni Lukis/Rupa, Seni Tari dan Seni Sastra/Drama.
d.      Perkembangan Keprigelan meliputi pelajaran: pertanian, peternakan, industri, koperasi, dll.
e.       Perkembangan Jasmaniah meliputi pelajaran : pendidikan jasmaniah dan kesehatan.
Disamping pelajaran-pelajaran tersebut diatas yang digolongkan kedalam 5 golongan menurut sitem Pancawardhana terdapat pula kegiatan-kegiatan lain yang disebut “Krida” artinya berlatih. Hari krida berarti hari untuk berlatih, yakni hari yang khusus disediakan bagi anak-anak didik untuk melakukan kegiatan yang dipilihnya sendiri sesuai dengan kesukaan masing-masing dibawah pimpinan guru. Kegiatan-kegiatan itu meliputi lapangan-lapangan kebudayaan, kesenian, olahraga dan permainan.


2.2  Kurikulum pada Masa Orde Baru
A.    Kurikulum 1964
Untuk pertama kalinya istilah kurikulum dipakai di Indonesia. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9 buah.[6]
Kurikulum ini merupakan kurikulum terpadu pertama di Indonesia. Beberapa mata pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosial mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dsb mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Stuktur program untuk Sekolah Dasar, program pembinaan jiwa Pancasila meliputi mata pelajaran (1) Pendidikan Agama, (2) Pendidikan Kewargaan Negara, (3) Pendidikan Bahasa Indonesia (4) Bahasa Daerah, dan (5) Pendidikan Olahraga.[7]
Untuk program pengetahuan dasar meliputi mata pelajaran (1) Berhitung, (2) IPA, (3) Pendidikan Kesenian, dan (4) Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Untuk program kecakapan khusus meliputi mata Pelajaran Khusus. Untuk pertama kalinya istilah kurikulum dipakai di Indonesia.

B.     Kurikulum 1975
Kurikulum ini lahir sebagai tuntutan  ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang GBHN 1973, dengan tujuan pendidikan “membentuk manusia Indonesia untuk pembangunan nasional di berbagai bidang”.[8]
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI). Zaman ini dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.  Kurikulum 1975 ini banyak dikritik, karna guru sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.[9]
Struktur program untuk SD meliputi bidang studi (1) Agama, (2) Pendidikan Moral Pancasila, (3) Bahasa Indonesia, (4) Ilmu Pengetahuan Sosial, (5) Matematika, (6) Ilmu Pengetahuan Alam, (7) Olahraga dan Kesehatan, (8) Kesenian, dan (9) Keterampilan Khusus.
Untuk SMP ditambah dengan bidang studi Bahasa Daerah, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Keterampilan, baik yang pilihan terkait atau pilihan bebas. Untuk SMA sudah barang tentu ada bidang studi berdasarkan jurusan, baik IPA dan IPS. Untuk SMK dikenal dengan kurikulum 1976.

C.    Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.
Kurikulum 1984 berlaku berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/U/1983 tanggal 22 Oktober 1983 tentang Perbaikan Kurikulum.[10] Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL).
Ada empat aspek yang disempurnakan dalam Kurikulum 1984, yaitu: (1) pelaksanaan PSPB, (2) Penyesuaian tujuan dan struktur program kurikulum, (3) pemilihan kemampuan dasar serta keterpaduan dan keserasian antara ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik, (4) pelaksanaan pelajaran berasarkan kerundatan belajar yang disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing peserta didik.
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta) periode 1984-1992.[11] Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasioal. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, disana-sini ada tempelan gambar, dan menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA  bermunculan.




D.    Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 merupakan pelaksanaan amanat UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum 1994 dilaksanakan berdasarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993.[12] Kurikulum 1994 berisi 3 lampiran: (1) Landasan, Program, dan Pengembangan Kurikulum, (2) GBPP, dan (3) Pedoman Pelaksanaan Kurikulum.
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses.”
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Alhasil, kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999.[13] Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.


2.3  Kurikulum pada Masa Reformasi
A.    Kurikulum 2004
Berdasarkan PP No. 19 Tahun 2005, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mempunyai kewenangan dalam mengembangkan standar nasional pendidikan, termasuk standar kurikulum yang digunakan di sekolah- sekolah.[14] Kurikulum berbasis kompetensi lahir sebagai jawaban terhadap berbagai kritikan masyarakat pada kurikulum 1994.
Kurikulum 2004 atau yang lebih kita kenal dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) ini menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh pesera didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi menurut Depdiknas (2002)[15]:
·         Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal
·         Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman
·         Penyamapaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
·         Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur educative
·         Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi

Tingkat pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)[16]:
a.       Pengembangan Kurikulum Tingkat Nasional
Dalam kaitannya dengan KBK, pengembangan kurikulum tingkat nasionaldilakukan dalam rangka mengembangkan standar kompetensi untuk masing-masing jenjang dan jenis pendidikan, terutama pada jalur pendidikan sekolah.
b.      Pengembangan Kurikulum Tingkat Lembaga
Kegiatan yang dilakukan pada tahap tingkatan ini antara lain:
·         Mengembangkan kompetensi lulusan dan merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada berbagai jenis lembaga pendidikan
·         Selanjutnya dikembangkan bidang studi-bidang studi yang akan diberikan untuk merealisasikan tujuan tersebut
·         Mengembangkan dan mengidentifikasi tenaga-tenaga kependidikan sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan
·         Mengidentifikasi kualitas pembelajaran yang diperlukan untuk memberi kemudahan belajar
c.       Pengembangan Kurikulum Tingkat Bidang Studi
Pada tingkat ini dilakukan pengembangan silabus untuk setiap bidang studi pada berbagai jenis lembaga pendidikan. Kegiatan yang dilakuakan antara lain:
·         Mengidentifikasi dan menentukan jenis-jenis kompetensi dan tujuan setiap bidang studi
·         Mengembangkan kompetensi dan pokok-pokok bahasan
·         Mendeskripsikan kompetensi serta mengelompokannya sesuai dengan skope dan skuensi
·         Mengembangkan indicator untuk setiap kompetensi serta criteria pencapaiannya
d.      Pengembangan Kurikulum Tingkat satuan Bahasaan
Dalam KBK program pembelajaran yang dikembangkan adalah modul, sehingga kegiatan pengembangan kurikulum pada tingkat ini adalah menyusun dan mengembangkan paket-paket modul.

Perbedaan KBK dengan Kurikulum 1994[17]
No
KURIKULUM 1994
KBK
1
Mengunakan pendekatan penguasaan ilmu pengetahuan, yang menekankan pada isi atau materi berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi yang diambil dari bidang-bidang ilmu pengetahuan
Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi tertentu disekolah yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada di masyarakat.
2
Standar akademis ditentukan secara seragam bagi setiap peserta didik.
Standar kompetensi yang memperhatikan perbedaan individu, baik kemampuan, kecepatan belajar, maupun konteks sosial budaya.
3
Berbasis konten, sehingga peserta didik dipandang sebagai kertas putih yang perlu ditulisi sejumlah ilmu pengetahuan
Berbasis kompetensi, sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan
4
Pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisai, sehingga Depdiknas memonopoli pengembangan ide dan kompensasi kurikulum
Pengembangan kurikulum dilakukan secara desentralisasi, sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum
5
Materi yang dikembangkan dan diajarkan di sekolah seringkali tidak sesuai dengan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah
Sekolah diberi keleluasaan untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah
6
Guru merupakan kurikulum yang menentukan segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas
Guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar peserta didik
7
Pengetahuan, keterampilan, dan sikap dikembangkan melalui latihan, seperti latihan mengerjakan soal
Pengetahuan, keterampilan dan sikap, dikembangkan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual
8
Pembelajaran cenderung hanya dilakukan di dalam kelas atau dibatasi oleh empat dinding kelas
Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antara sekolah, masyarakat dan dunia kerja dalam membentuk kompetensi peserta didik
9
Evaluasi nasional yang tidak dapat menyentuh aspek-aspek kepribadian peserta didik
Evaluasi berbasisi kelas, yang menekankan pada proses dan hasil belajar

            Meski baru diuji cobakan, toh di sejumlah kota-kota di Pulau jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan, guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

B.     Kurikulum 2007
Kurikulum 2007 yang diberi label Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kemunculan kebijakan tentang penerapan KTSP cukup mengejutkan bagi beberapa kalangan. Pasalnya, pada waktu itu beberapa negara masju seperti Amerika Serikat dan Australia, masih menerapkan kurikulum yang dikembangkan oleh negara bagiannya. Sementara Indonesia menggunakan kurikulum yang langsung disusun sendiri oleh satuan pendidikan sekolah tersebut.
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan KTSP, bahwa:[18]
a.       Sekolah/Madrasah menyususn KTSP
b.      Penyusunan KTSP memperhatikan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi (SI), dan peraturan pelaksanaannya
c.       KTPS dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah/ madrasah, potensi atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
d.      Kepala sekolah/madrasah bertanggung jawab atas tersusunnya KTSP
e.       Wakil Kepala SMP?MTs dan wakil kepala SMA?SMK?MA?mAK bidang kurikulum bertanggung jawab atas pelaksanaan penyusunan KTSP.
f.       Setiap guru bertanggung jawab menyusun silabus setiap mata pelajaran yang diampuya sesuai dengan Standar Isi (SI), Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) dan Panduan Penyusunan KTSP.
g.      Dalam penyusunan silabus, guru dapat bekerja sama dengan Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) atau Perguruan Tinggi.
h.      Penyusunan KTSP tingkat SD dan SMP dioordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sedangkan SDLB, SMPLB, SMALB, SMA dan SMK oleh dinas pendidikan provinsi yang bertanggung jawab dibidang pendidikan. Khusus untuk penyusunan KTSP Pendidikan Agama tingkat SD dan SMP dikoordinasi, disupervisi dan difasilitasi oleh Kantor Departeman Agama Kabupaten/Kota, sedangkan untuk SDLB, SMPLB, SMALB, SMA dan SMK oleh Kantor Wilayah Departemen Agama
i.        Penyususnaan KTSP tingkat MI dan Mts dikoordinasi, disupervisi, dan difasilitasi oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, sedangkan MA, MAK oleh Kantor wilayah Departemen Agama Provinsi.

Konsep dasar KTSP meliputi tiga aspek yang saling terkait, yaitu: kegiatan pembelajaran, penilaian dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Kegiatan pembelajaran dalam KTSP mempunyai karakteistik sebagai berikut:[19]
·         Berpusat pada peserta didik
·         Mengembangkan krestifitas
·         Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang
·         Kontekstual
·         Menyediakan pengalaman belajar yang beragam
·         Belajar melalui berbuat
Prinsip pengembangan KTSP dapat dijabarkan sebagai berikut:[20]
a.       Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
Peseta didik bukan disebut sebagai objek didik, tetapi sebagai subjek didik, karena itu peserta didik memiliki posisi sentral dalam proses pembelajaran. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan potensi peserta didik disesuaikan dengna potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungannya.
b.      Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib, muata local, dan pengembangan diris secara terpadu.
c.       Tanggap terhadap pengembangan ilmu pengetahuan
Dalam kaitanya dengan upaya peningkatan daya saing, peserta didik harus dibekali berbagai kemampuan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, maka semangat dan isi kurikulum harus memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuna, teknologi dan seni.
d.      Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembanga kurikulum dilakukan dengna melibatkan semua pemangku kepentingan untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk didalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.
e.       Menyeluruh dan berkesinambunagan
Substansi kurikulum mencangkup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan  dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f.       Belajar sepanjang hayat
Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsure-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g.      Seimbang antara kepentingan Nasional dan kepentingan Daerah
Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Perbandingan Kurikulum 2004(KBK) dan Kurikulum 2007 (KTSP)[21]
ASPEK
KBK
KTSP
Landasan Hukum
·      Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
·      UU No. 20/1999 Pemerintahan Daerah
·      UU Sisdiknas No. 2/1989 kemmudian diganti dengan UU No. 20/2003
·      PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewanangan
·      UU No. 20/2003 Sisdiknas
·      PP No. 19/2005 SPN
·      Permendikas No. 22/2006 Standar Isi
·      Permendiknas No. 23/2006 Standar Kompetensi Lulusan
Implementasi/ pelaksanaan kurikulum
·      Bukan dengan keputusan/ peraturan Mendiknas RI
·      Keputusan Dirjen Dikdasmen No. 399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004
·      Keputusan Direktur Dikmenum No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/C4/MN 2003 Tahun 2003
·      Peraturan Mensiknas RI No. 24/2006 tentang pelaksanaan Peraturan Mentri No. 22 tentang SI dan No.23 tentang SKL
Ideologi pendidikan yang dianut
Liberalisme Pendidikan: terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, professional dan kompetitif
Liberalisme Pendidikan: terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, professional dan kompetitif
Sifat
·      Cenderung Sentralisme Pendidikan: kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; daerah atau sekolah hanya melaksanakan.
·      Kurikulum disusun rinci oleh Tim Pusat (Dirjen Dikmenum/Dikmenjur dan Puskur)
·      Cenderung Desentralisme Pendidikan: Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; daerah dan sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
·      Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP
Pendekatan
·      Berbasis kompetensi
·      Terdiri atas SK, KD, MP dan Indikator Pencapaian
·      Berbasis kompetensi
·      Hanya terdiri atas SK dan KD. Kompetensi lain dikembangkan oleh guru.
Struktur
·      Perubahan relative banyak dibandingkan kurikulum sebelumnya (1994 suplemen 1999)
·      Ada perubahan mata pelajaran
·      Ada penambahan mata pelajaran (TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN dan PS di SD)
·      Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan pengembangan diri untuk semua jenjang sekolah
·      Ada pengurangan mata pelajaran (Misalnya TIK di SD)
·      Ada perubahan mata pelajaran
·      KN dan IPS dipisah lagi
·      Ada perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajaran
Beban Belajar
Jumlah jam/minggu:
·      SD/MI = 26-32/minggu
·      SMP/MTs = 32/minggu
·      SMA?SMK = 38-39/minggu
Lama jam pelajaran per 1 JP:
·      SD = 35 menit
·      SMP = 40 menit
·      SMA/MA = 45 menit
Jumlah jam/minggu:
·      SD/MI 1-3 = 27/minggu
·      SD/MI 4-2 = 32/minggu
·      SMP/MTs = 32/minggu
·      SMA?SMK = 38-39/minggu
Lama jam pelajaran per 1 JP:
·      SD = 35 menit
·      SMP = 40 menit
SMA/MA = 45 menit
Pengembangan kurikulum lebih lanjut
·      Hanya sekolah yang mampu dan memenuhi syarat dapat mengembangkan KTSP
·      Guru membuat silabus atas dasar kurikulum nasional dan RP/ Skenario Pelajaran
·      Semua sekolah/satuan pendidikan wajib membuat KTSP
·      Silabus merupakan bagian tidak terpisah dari KTSP
·      Guru harus membuat Rencana Pelaksanaan Pengembangan (RPP)
Prinsip Pengembangan Kurikulum
1.   Keimanan, budi pekerti luhur dan nilai-nilai budaya
2.   Penguatan integritas nasional
3.   Keseimbangan etika, logika, estetika dan kinestetika
4.   Kesamaan memperoleh kesempatan
5.   Perkembangan pengetahuan dan teknologi informasi
6.   Pengembangan kecakapan hidup
7.   Belajar sepanjang hayat
8.   Berpusat pada anak
9.   Pendekatan menyeluruh dan kemitraan
1.   Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
2.   Beragam dan terpadu
3.   Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
4.   Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5.   Menyeluruh dan berkesinambungan
6.   Belajar sepnjang hayat
7.   Seimbang antara kepentingan nasional dan kepantingan daerah
Prinsip pelaksanaan kurikulum
Tidak terdapat prinsip pelaksanaan kurikulum
1.   Didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya
2.   Menegakkan lima pilar belajar
3.   Memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi
4.   Dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka dan hangat dengan prinsip tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
5.   Menggunakan pendekatan multi strategi, dan multimedia
6.   Mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal
7.   Diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan
Pedoman Pelaksanaan Kurikulum
1.   Bahan pengantar
2.   Intrakulikuler
3.   Ekstrakulikuler
4.   Remedial, pengayaan dan akselerasi
5.   Bimbingan dan konseling
6.   Nilai-nilai pancasila
7.   Budi pekerti
8.   Tenaga kependidikan
9.   Sumber dan sarana belajar
10.         Tahap pelaksanaan
11.         Pengembangan silabus
12.         Pengelolaan kurikulum
Tidak terdapat pedoman pelaksanaan kurikulum




Beberapa kelemahan yang ditemukan dalam KTSP:[22]
·         Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditujukan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya meliputi tingkat perkembangan usia anak.
·         Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional
·         Kompetensi yang di gunakan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan sikap)
·         Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter, kesadaran lingkungan, pendekatan dan metode pembelajaran kontruktifistik, keseimbangan soft skill and hard skill, serta jiwa kewirausahaan belum terakomodasi di dalam kurikulum
·         Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
·         Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru
·         Penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi dan pengayaan secara berkala.

C.    Kurikulum 2013
Sejak wacana kurikulum 2013 digulirkan, telah muncul berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, baik yang pro maupun yang kontra. Kurikulum 2013 yang sering disebut juga kurtilas adalah kurikulum yang lebih menitik beratkan pada pendekatan saintific dan mendorong peserta didik untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kurikulum 2013 ini guru sebagai fasilitator dituntut untut memancing rasa ingin tahu peserta didik serta merangsang peserta didik untuk bisa berfikir kreatif.
Perlunya perubahan dan pengembangan kurikulum 2013 didorong oelh beberapa hasil studi internasional tentang kemampuan paserta didik Indonesia dalam kancah internasional. Hasil survey “Trends in International Math and Science: tahun 2007, yang dilakukan oleh Global Institute menunjukkan hanya lima persen peserta didik Indonesia yang mampu mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi.
Selain itu Kurikulum 2013 dirasa perlu untuk mengahdapi berbagai masalah dan tantangan masa depan yang semakin lama semakin rumit dan kompleks. Berbagai tantangan masa depan tersebut antara lain berkaitan dengan globalisasi dan pasar bebas, masalah lingkungan hidup, pesatnya teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, ekonommi berbasis pengetahuan, kebangkitan industry kreatif dan budaya, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbasteknosains, mutu, investasi dan transformasi pada sector pendidikan.
Landasan pengembangan kurikulum 2013:[23]
a.       Landasan Filosofis
·         Filosofis pancasila yang memberikan berbagai prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan
·         Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat
b.      Landasan Yuridis
·         RPJMM 2010-2014 Sektor Pendidikan, tentang Perubahan Metodologi Pembelajaran dan Penataan Kurikulum
·         PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
·         INPRES Nomor 1 Tahun 2010, tentang percepatan pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa
c.       Landasan Konseptual
·         Relevansi pendidikan (link and match)
·         Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter
·         Pembelajaran konstektual (constextual teaching and learning)
·         Pembelajaran aktif (student active learning)
·         Penilaian yang valid, utuh, dan menyeluruh






















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu sebenarnya bukanlah seperti persepsi publik ‘ganti mentri, ganti kurikulum’, karena perubahan kurikulum tersebut merupakan konsekuensi dari perubahan Undang Undang tentang system pendidikan nasional. Misalnya Rencana Pelajaran 1950 merupakan konsekuensi lahirnya UU Nomor 4 Tahun 1950 dan Kurikulum 1994 merupakan konsekuensi dari lahirnya UU Nomor 2 Tahun 1989.
Dari pembahasan di atas, kami menyimpulkan bahwa idealnya pergantian kurikulum itu sepuluh tahun sekali. Karena dalam jarak waktusepuluh tahun tersebut, sudah sangat mungkin terjadi perubahan dan perkembangan sosial-ekonomi politik serta perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memang menuntut adanya perubahan kurikulum.














DAFTAR PUSTAKA

E, Mulyasa (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda.
E, Mulyasa (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Rosda.
Fauzi, Ahmad (2014). Manajemen Pembelajaran. Yogyakarta: Deephublish.
Hamalik, Oemar (1990). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Mandar Maju.
Suparlan (2011). Tanya jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.



[1] Oemar Hamalik, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Mandar Maju, 1990, hal.153
[2] Suparlan, Tanya Jawab Kurikulum dan Materi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, Hal.87
[3] Suparlan, Ibid, Hal.88
[4] Oemar Hamalik. Ibid,hal : 165
[5] Oemar Hamalik, Ibid, hal.132
[6] Ahmad Fauzi, Manajemen Pembelajaran, Yogyakarta: Deepublish, 2014, Hal.124
[7] Suparlan, Ibid, Hal.89
[8] Suparlan, Ibid, Hal.89
[9] Ahmad Fauzi, Ibid, Hal.125
[10] Suparlan, Ibid,  Hal.90
[11] Ahmad Fauzi, Ibid, Hal.125

[12] Suparlan, Ibid, Hal.91
[13] Ahmad Fauzi, Ibid, Hal.126
[14] Suparlan. Ibid, Hal. 91
[15] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: Rosda, 2004 Hal. 42
[16] Mulyasa, Ibid, Hal.62
[17] Mulyasa, Ibid,  Hal. 166
[18] Suparlan, Ibid, Hal. 95
[19] Suparlan, Ibid,  Hal. 97
[20] Suparlan, Ibid, Hal. 101
[21] Ahmad Fauzi, Ibid, Hal. 129
[22] E Mulyasa,  Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: Rosda, 2013,  Hal 60
[23] E Mulyasa, Ibid, Hal.64

Tidak ada komentar:

Posting Komentar